Kembali

Berakhirnya Banket Guarantee

Sumber: Krisna Wijaya ()

            Sesuai dengan UU No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), besaran simpanan yang dijamin oleh LPS secara bertahap akan diturunkan menjadi maksimal Rp 5 milyar terhitung tanggal 22 Maret 2006. Kemudian terhitung mulai tanggal 22 September 2006 menjadi Rp 1 milyar dan akhirnya menjadi Rp 100 juta terhitung sejak 22 Maret 2007.
Banyak pertanyaan yang mengemuka sehubungan dengan berakhirnya blanket guarantee atau penjaminan menyeluruh. Muara pertanyaan tersebut berujung kepada persoalan apakah masih aman menyimpan uang di bank?

Karena pemahaman yang masih terbatas, maka banyak pihak memberikan semacam jalan keluar dengan melakukan pemecahan rekening simpanan. Misalnya kalau mempunyai simpanan Rp 10 milyar akan lebih aman kalau disimpan di dua bank. Atau dapat dilakukan dengan memecah simpanan tersebut dalam dua rekening dengan nama yang berbeda.
Pemecahan masalah tersebut diatas tentunya hanya bersifat sementara. Persoalannya secara tehnis akan semakin menyulitkan manakala penjaminan oleh LPS pada tanggal 22 Maret 2007 nanti hanya maksimum Rp 100 juta. Dapat dibayangkan berapa bank atau rekening harus dibuat yang secara administrasi dan tehnis sangat pasti akan sangat merepotkan.

Menyamakan  Perpsepsi
Sekedar untuk menyamakan persepsi berkaitan dengan program penjaminan yang dilaksanakan oleh LPS, maka beberapa catatan berikut ini dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk menyikapi secara bijak berakhirnya skim blanket guarantee.
Pertama, harus disadari sepenuhnya oleh masyarakat pada umumnya dan para nasabah penyimpan bahwa program penjaminan baik yang dilakukan oleh BPPN,UP3  dan LPS bukanlah  menjamin banknya tetapi menjamin nasabah penyimpan. Jadi kalau ada masalah yang menyebabkan suatu bank menjadi gagal, maka yang dilakukan adalah hanya sebatas membayar sejumlah simpanan para nasabah setelah memenuhi persyaratan. 
Layaknya suatu penjaminan tentu akan diberlakukan sejumlah persyaratan untuk mengeksekusinya.  Dalam UU No.24 Tahun 2004 tidak dirinci syarat sebuah klaim yang layak dibayar, tetapi lebih menegaskan kepada ketentuan klaim yang tidak layak dibayarkan.
Ada 3 kriteria yang berdasarkan UU No.24 dikataogrikan sebagai simpanan tidak layak bayar yaitu (a) apabila data  simpanan tidak tercatat pada bank, (b) penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar dan atau (c) penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan bank menjadi tidak sehat.
Berdasarkan pengalaman semasa program penjaminan dilaksanakan oleh BPPN,UP3 dan LPS banyak kasus klaim yang tidak dibayarkan karena adanya rekayasa oleh pengurus sekaligus pemilik bank untuk melakukan rekayasa transaksi sedemikian rupa sehingga simpanan menjadi tidak tercatat di bank yang bersangkutan.
Hal lain yang sering dijumpai dalam praktek mengapa klaim tidak dapat dibayarkan adalah memberikan kompensasi yang tidak wajar kepada nasabah penyimpan. Termauk dalam katagori ini adalah bentuk  pemberian suku bunga  simpanan diatas suku bunga penjaminan dan pemberian  semacam insentif khusus dalam bentuk tunai (cash gift) secara rutin.
Dengan memperhatikan syarat-syarat pembayaran klaim tersebut diatas, maka  sebenarnya menjadi  tidak ada kaitannya apakah menyimpan uang di bank itu aman atau tidak setelah berakhirnya blanket guarantee. Sebab sekalipun ada blanket guarantee belum tentu aman sekiranya terjadi moral hazard para pemilik dan pengurus banknya tetap ada.
Kedua, dengan berakhirnya blanket guarantee bukan berarti nasabah simpanan tidak dijamin lagi. Yang terjadi adalah peralihan beban yang menjamin. Pada saat berlakunya blanket guarantee seluruh beban klaim ditanggung oleh LPS, sementara pada  program penjaminan terbatas (limited guarantee), maka beban klaim itu menjadi ditanggung sebagian oleh LPS dan sebagian lagi oleh bank yang bersangkutan.
Menjadi pertanyaan tentunya, dalam bentuk apa bank menjamin simpanannya? Utamanya dan yang paling penting adalah dalam bentuk kredibilitas baik banknya maupun para pemilik dan pengurusnya. Karena kredibilitas yang diutamakan, maka bentuk jaminan yang diberikan tidak lain adalah kepercayaan.  
Dengan kepercayaan itulah pada akhirnya jaminan akan diperoleh masyarakat. Oleh sebab itu berlakulah suatu rumusan bahwa semakin tinggi kredibilitas baik bank maupun pemilik dan pengurusnya, maka akan semakin tinggi juga tingkat kepercayaan nasabahnya.

Catatan Akhir
Dengan memperhatikan kedua hal tersebut diatas, maka sebenarnya tidak perlu ada berbagai bentuk kekhawatiran baik bagi masyarakat maupun kalangan perbankan. Apalagi berusaha memanfaatkan situasi hanya untuk kepentingan pemasaran dengan kemasan yang tidak sehat.
Sepanjang semua bank dapat membuktikan kredibilitasnya sehingga layak dipercaya tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan berakhirnya blanket guarantee.  Bank harus realistis bahwa pada akhirnya masyarakat akan bersikap  lebih hati-hati dan tidak mudah terbuai dengan tawaran yang menarik tetapi berisiko tinggi.
Bukan harapan yang berlebihan bahwa dengan berakhirnya blankeet guarantee justru lebih banyak kontribusi positifnya khususnya bagi perkembangan perbankan di masa mendatang.  Kalangan perbankan harus semakin peduli melaksanakan praktek persaingan yang sehat, tata kelola yang baik (good corporate governance)  dan pengelolaan risiko yang terukur.
Apabila kondisi tersebut diatas dilaksanakan oleh kalangan perbankan, maka  hanya bank yang layak dipercaya saja yang bisa tetap eksis. Semakin profesional pemilik dan pengurusnya akan membuat bank semakin kredibel dan akhirnya dipercaya sekaligus terpercaya.
Dengan berkahirnya blankeet guarantee kita harus sepakat jangan lagi memberikan kesempatan bagi pemilik dan pengurus bank yang bermain sirkus dengan spesialisasinya sebagai penyulap. Jangan juga mudah terkecoh oleh penampilan, janji manis dan tawaran yang menggiurkan.  Oleh sebab itu berlakulah jargon; percaya boleh tetapi curiga jalan terus.

Krisna Wijaya adalah pengamat ekonomi.