Kembali

Seminar HUT LPS ke 9th : “boom and bust cycle”

BERTEMAN DENGAN SIKLUS BISNIS
 
          Bank hidup didalam lingkungan bisnis yang tidak statis. Lingkungan bisnis (perekonomian) bergerak naik turun dengan tingkat fluktuasi yang berubah-ubah sepanjang waktu. Pada suatu waktu perekonomian melaju kencang bahkan mencapai laju dua digit seperti yang dialami Cina diawal dasawarsa ini. Laju perekonomian dapat secara mendadak berhenti bahkan mengalami krisis yang diikuti dengan kontraksi untuk waktu yang cukup panjang seperti yang terlihat pada beberapa negara Eropa: Yunani, Portugal dan Spanyol. Karakter seperti ini menyebabkan siklus bisnis dikenal juga sebagai "boom and bust cycle". 
          Siklus bisnis (yang biasanya diukur dengan tingkat pertumbuhan PDB disekitar garis trendnya; dikenal dengan nama teknis output gap) memiliki karakter yang sangat beragam ditinjau dari durasi maupun magnitude. Suatu siklus lengkap (terdiri dari booming, slowing down, resesi dan pemulihan) dapat berlangsung dari 1 tahun hingga 12 tahun dengan standar deviasi output gap mencapai 110% untuk siklus yang stabil dan 284% saat siklus tidak stabil (Zarnowitz, 2007). Fase naik (recovery dan booming) umumnya lebih lama serta memiliki magnitude yang lebih rendah dibandingkan siklus menurun (slow down dan resesi). 
          Perekonomian Indonesia juga bergerak sebagai siklus. Gambar 1 (panel atas) menunjukkan perkembangan PDB riil Indonesia pada periode 1980-2014 (semester 2). Terlihat bahwa PDB riil memiliki trend keatas; pola yang wajar bagi perekonomian yang tumbuh. Namun jika diperhatikan dengan seksama terlihat bahwa trend kenaikan ini tidak mulus: misalnya keberadaan cerukan akibat krisis 1997.  Dengan teknik ekstraksi Christiano-Fitzgerald (1999) dapat diperoleh suatu siklus pada perekonomian (panel bawah). Seperti yang diuraikan diatas siklus bisnis memang tidak bersifat hamonis.
Gambar 1. Siklus Bisnis Indonesia
 
          Mengapa siklus bisnis bisa terjadi? Terdapat dua teori penjelas utama yakni (a) Real Business Cycle dan (b) Financial Instability. Menurut teori Real Business Cycle (Prescott dan Kydland, 1982), naik turun perekonomian disebabkan oleh suatu terobosan dari sisi produksi seperti adanya teknologi baru, pembukaan tambang dan inovasi produktifitas. Terobosan ini menimbulkan optimisme yang mendorong investasi besar-besaran disektor tersebut yang dapat berakhir jika mencapai titik jenuh atau hingga ada temuan pengganti. Teori Financial instability (Minsky, 1982) mengemukakan naik-turunnya siklus ekonomi disebabkan oleh kondisi likuiditas pada sistem keuangan. Kondisi likuiditas sistem keuangan yang tinggi akan mendorong penyaluran kredit yang agresif yang menyebabkan perekonomian mengalami booming. Kondisi jenuh dapat tercapai jika harga aset (obyek pembiayaan kredit) mengalami kenaikan terlalu tinggi: tidak sejalan dengan kondisi fundamental.
          Naik turunnya siklus bisnis harus diterima sebagai suatu hal yang alamiah dan tidak dapat dielakkan. Impikasi kebijakan dari studi siklus bisnis ditujukan kepada upaya mengurangi magnitude dari siklus: diarahkan untuk mendesain kebijakan counter cyclical. Sederhananya kebijakan ini didesain jangan sampai kondisi booming berkembang menjadi bubble yang pecah sebagai krisis yang membutuhkan waktu yang lama untuk pulih.
          Siklus bisnis tidak selalu berakhir mulus (soft landing) melainkan dapat berupa hardlanding atau bahkan krisis. Hal ini terjadi jika fase booming disertai kerentanan pada sistem keuangan akibat ekspansi kredit yang berlebihan sehingga kualitas debitur menjadirendah. Kerentanan lain yang dapat timbul adalah defisit neraca berjalan, pembengkakan hutang (overleverage) dan assets bubble. 
          Apa implikasi keberadaan siklus bisnis bagi bank? Sangat penting. Tanpa kemampuan identifikasi fase siklus bisnis yang memadai bank bisa salah dalam menerapkan strategi bisnis. Sebagai contoh periode transisi fase recovery ke ekspansi biasanya ditandai dengan kenaikan suku bunga terutama akibat kebijakan moneter BI untuk mencegah inflasi. Bank yang tidak memahami siklus bisnis mungkin masih terjebak pada nafsu ekspansi yang besar akibatnya alat likuid yang tersedia menipis dan bank harus bersaing ketat dalam perebutan dana. Situasi ini dapat berkembang menjadi tergerusnya Net Interest Margin (NIM) bahkan menjadi kerugian (negative margin) sehingga mengancam kelangsungan hidup bank.
          Identifikasi dan pengelolaan strategi yang mengacu kepada siklus bisnis adalah bagian dari manajemen risiko bank. Banyak tools yang tersedia bagi bank untuk menyesuaikan diri terhadap siklus bisnis misalnya melalui penyesuaian standar kredit, kecepatan pertumbuhan aset, pengelolaan mismatch (maturity dan nilai tukar) dan hedging.
          Regulator juga berkepentingan bagi peningkatan pemahaman bank atas boom bust cycle. Bank adalah suatu bisnis yang rentan terhadap goncangan ekonomi karena memiliki karakteristik ketidak selarasan aset-liabilitas yang sangat substantial. Karakter hutang bank (yakni DPK) bersifat sangat likuid dan at sight; bank harus dapat mengembalikan uang nasabah kapan saja diinginkan (berbeda dengan jenis hutang pada perusahaan lain yang mengenal jangka waktu jatuh tempo). Disisi lain sisi penggunaan dana (aset) seperti kredit adalah bersifat tidak likuid. Upaya menjual aset tersebut sebelum jatuh temponya akan menimbulkan kerugian yang besar (akibat harus mengobral; fire sale). Disamping itu bank umumnya memiliki rasio hutang terhadap modal (leverage) yang sangat tinggi: yakni sebesar 7-10 kali jauh diatas perusahaan disektor lain. Akibat mismatch yang besar dan leverage yang tinggi, bank menjadi sangat tergantung kepada kepercayaan nasabahnya. Bank akan mengalami kematian jika sudah tidak lagi dipercaya oleh nasabahnya. Kegagalan suatu bank dapat dengan cepat menimbulkan rumour akan adanya kegagalan susulan pada bank lain (contagion effect). Karakteristik ini menyebabkan istilah sistemik disematkan pada bank dan tidak ke jenis bisnis lain.
          Karakter bisnis yang unik ini menyebabkan penanganan bank bermasalah memerlukan prosedur khusus. Dibanyak negara penutupan bank tidak dilakukan melalui prosedur kebangkrutan melainkan melalui prosedur resolusi yang diinisiasi oleh regulator. Proses resolusi dilakukan dengan cara mencarikan tambahan modal agar bank dapat sehat kembali atau melakukan likuidasi. Proses likuidasi biasanya akan disertai oleh penggantian simpanan atau pengalihan simpanan ke bank lain yang dilakukan oleh institusi penjamin simpanan.
          Pengalaman diberbagai negara didunia menunjukkan resolusi merupakan suatu hal yang rumit terlebih lagi jika terdapat uang negara yang digunakan. Indonesia juga bukan pengecualian seperti yang dapat dilihat pada era BPPN dan penyelamatan bank Century. Pejabat publik yang mengambil keputusan untuk resolusi sering harus berurusan dengan penegak hukum. Untuk itu bagi regulator salah satu aspek krusial pengelolaan siklus bisnis adalah dukungan hukum dan prosedur penanganan situasi krisis yang salah satu elemennya adalah resolusi.
Menyadari pentingnya arti siklus bisnis, LPS melakukan upaya peningkatan pemahaman terutama dikalangan stakeholder utama. Sebagai rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun ke 9, LPS mengundang pakar siklus bisnis Prof. Carmen Reinhart dari Harvard University AS untuk berbagi pandangan dalam seminar yang bertema "Befriending with the Boom-Bust Cycle". Carmen bersama Kenneth Rogoff telah menulis suatu buku yang berjudul "This time is different: Eight Centuries of Financial Folly". Buku tersebut membedah siklus bisnis dan krisis keuangan yang terjadi diberbagai belahan dunia sejak delapan abad yang silam dan diakui sebagai referensi terlengkap dibidangnya.
          Diskusi melibatkan wakil stakeholder dari swasta dan regulator diantaranya Jahja Setiaatmadja (Direktur Utama BCA), Mirza Adityaswara (Deputi Gubernur Senior BI), Rizal B. Prasetijo (Komisioner LPS), A. Prasetyantoko (Pengamat Ekonomi) Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro (Wakil Menteri Keuangan), Prof. Dr. Hikmahanto Juwana (pakar hukum UI) dan Sofyan Wanandi (Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia; Apindo).  Pembahasan meliputi update kondisi terkini perekonomian Indonesia, siklus bisnis dan strategi bank, implikasi kebijakan publik, dan regulasi dimasa krisis. Diskusi ini diharapkan menghasilkan insight yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas upaya pengelolaan stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
 
Untuk informasi mengenai seminar silahkan klik tautan ini