Kembali

Tak Perlu Segala Iming-iming Itu: Cara mudah memilih bank yang sehat

Sumber: Kontan (21-02-2007)

Jangan panik menghadapi turunnya batas penjaminan yang kini hanya berlaku untuk simpanan di bawah Rp 100 juta. Agar dana simpanan Anda aman, pilihlah bank yang sehat dan berwatak baik. Memilih bank seperti itu tidak terlalu sulit. Berikut beberapa tipnya.

Tanggal 22 Maret 2007 tinggal beberapa pekan lagi. Ini berarti, para deposan yang memiliki dana simpanan dalam jumlah besar harus bersiap menerapkan strategi baru. Maklum, mulai hari itu, Lembaga Penjamin Simpanan menurunkan batas penjaminan simpanan di bank, dari Rp 1 miliar menjadi hanya Rp 100 juta Kebijakan ini berlaku terhadap gabungan seluruh rekening simpananseperti deposito, tabungan, giroatas nama seorang nasabah di sebuah bank.

Menurut pengamatan pakar investasi Prof. Roy Sembel, banyak deposan sudah mengantisipasi penurunan jumlah penjaminan tersebut dengan cara memecah jumlah simpanannya "Jumlah akun (account) atau rekening yang mencapai Rp 100 juta sangat kecil, tidak sampai 5% dari total akun yang ada di bank," papar Roy.

Ya, memecah simpanan di beberapa bank atau menggunakan nama berbeda dalam banyak rekening bisa menjadi salah satu cara menghadapi menciutnya cakupan penjaminan. Namun sayangnya, cara ini sangat merepotkan (lihat halaman 25: Tetap Nyaman Meski Selimut Menciut).


Salah satu langkah paling penting dan mutlak dalam menghadapi penurunan batas penjaminan simpanan bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan itu adalah: teliti memilih bank. Sebab, kita sebetulnya membutuhkan talangan dari LPS hanya jika bank tempat kita menyimpan duit itu bermasalah, bangkrut, dan akhirnya dilikuidasi oleh Bank mdonesia Kalau banknya sehat-sehat saja, mestinya berapa pun besarnya dana simpanan kita tak ada masalah sama sekali.

Rajin memelototi laporan keuangan Lalu, bagaimana cara memilih bank yang sehat dan layak dipercaya? Ada dua faktor yang bisa kita gunakan sebagai alat ukur. Yakni:

1. Faktor kuantitatif Indikator kesehatan bank secara kuantitatif bisa kita lihat dari rasio-rasio keuangannya Ada dua rasio utama yang bisa menjadi alat ukur kesehatan sebuah bank.

Pertama, rasio kecukupan modal alias capital adequacy ratio (CAR). Secara sederhana, rasio ini mencerminkan tingkat kekuatan permodalan bank menghadapi kemungkinan terjadinya kredit macet. Saat ini, Bank Indonesia menentukan batasan minimal CAR adalah 8%. Jika rasio kecukupan modal sebuah bank berada di bawah 8%, kemungkinan besar Bank Indonesia akan melikuidasi atau menutup bank tersebut.

Oh, ya, meskipun resminya BI masih membatasi CAR minimal sebesar 8%, namun di pasar umumnya orang menilai sebuah bank layak dikatakan sehat jika CAR-nya tidak lebih kecil dari 12%.

Kedua, lihat pula dari rasio kredit bermasalah alias nonperforming loan atau yang biasa disingkat NPL. Berbalikan dengan CAR, semakin kecil rasio NPL ini semakin aman bank tersebut. BI sendiri mematok batasan NPL ini maksimal 5%.

Nah, jika sebuah bank menawarkan bunga yang amat tinggi atau uningiming hadiah mewah, sementara kita lihat NPL-nya sudah melewati 5%, waspadalah! Sebab, bank itu memenuhi persyaratan utama untuk mati.

Lantas, dulu di saat krismon, kredit macet di sektor korporasi memang menjadi biang kerok matinya bank. Belakangan, bank-bank memang sudah mengerem penyaluran kredit korporasi. Tapi, itu bukan berarti bahwa risiko likuidasi bank akibat membengkaknya NPL sudah hilang. Menurut Iigwina Poerwo-Hananto,

CEO Quantum Magna Financial, saat ini risiko kredit macet bank datang dari sektor kredit konsumsi dan kredit tanpa agunan yang jor-joran ditawarkan bank.

Di luar dua rasio utama kesehatan bank tadi, ada beberapa rasio lain yang bisa kita perhatikan untuk memantapkan langkah kita memilih sebuah bank. Sebut saja rasio penyaluran kredit alias loan to deposit ratio (LDR). Bank yang sehat adalah bank yang tingkat LDR-nya tinggi, namun tingkat NPL-nya rendah. Ini berarti bank tersebut cukup aktif menyalurkan kredit dan kredit tersebut lancar. Angka ideal LDR ini adalah sekitar 85%-90%.

Rasio lain adalah rasio bunga bersih alias net interest margin (NIM) yang mencerminkan tingkat keuntungan sebuah bank. Semakin besar NTM-nya, semakin besar dan semakin sehat sebuah bank.


Lalu, dari mana kita bisa memperoleh data mengenai rasio-rasio kesehatan itu? Enggak sulit, kok. Kita tinggal memelototi publikasi laporan keuangan perbankan yang setiap tiga bulan sekali dimuat di media massa Atau, kita juga bisa mengunjungi situs-situs bank yang biasanya memuat data-data laporan keuangan, termasuk rasio-rasio penting tersebut. "Masalahnya, selama ini, tidak semua orang membacanya. Yang banyak membaca itu justru analis dan pelaku bisnis," cetus Imam T. Saptono, Sekretaris Perusahaan Permata Bank. Nah, mulai sekarang, meskipun bukan analis saham, Anda pun kudu rajin memelototi data-data keuangan bank.

2.Faktor kualitatif Faktor kualitatif ini bisa kita cermati dari sepak terjang alias track record pemegang saham mayoritas sebuah bank. Secara umum, kita bisa membedakan kepemilikan saham bank menjadi bank lokal dan bank asing. Umumnya, orang menilai prosedur audit bank asing lebih ketat dibandingkan dengan bank lokal. Meskipun kini, prosedur audit bank lokal juga mulai membaik.

Dus, kini, semakin sulit memisahkan antara bank lokal dan bank asing secara saklek. Sebab, banyak pula bank lokal yang kini mayoritas sahamnya sudah berada di tangan investor asing. Sebut saja Bank Danamon, Permata Bank, Bank Niaga, Bank Buana, Bank NISP, BH, dan lippo Bank.


Hal lain dalam faktor kualitatif ini adalah tim manajemennya apakah mereka kompeten, berpengalaman, dan prudent alias menerapkan prinsip kehati-hatian. "Soal ini, bisa kita lihat dari tata kelola yang baik atau good corporate governance. Lihat juga cara mereka melaporkan hasil kerja mereka, transparan atau tidak," saran Roy. Tak lupa, nasabah sebaiknya juga memperhatikan kualitas pelayanan bank. Semakin banyak fasilitas, semakin luas jaringan, dan semakin banyak kemudahan bertransaksi yang ditawarkan sebuah bank, tentu akan semakin menguntungkan nasabah.

"Soal ini, bisa kita lihat dari tata kelola yang baik atau good corporate governance.

Nah, sekarang giliran Anda untuk menilai. Apakah bank tempat Anda menyimpan dana hasil jerih payah Anda selama ini sudah memenuhi ukuran sehat tersebut, sehingga Anda memang layak menyimpan duit di situ?