Kembali

BPR Sangat Diuntungkan LPS

Setelah pemerintah menghilangkan blanket guarantee terhadap Simpanan nasabah di perbankan, pemerintah mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjamin simpanan nasabah di perbankan. Bukan hanya Simpanan nasabah di bank umum saja yang dijamin oleh LPS, Simpanan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pun dijamin oleh LPS. "LPS bagi BPR semacam blanket guarantee (dijamin 100%).  Karena mayoritas penyimpan di BPR masih di bawah Rp100 juta. Karena itu, ini merupakan peluang BPR untuk bangkit dan menunjukan bahwa BPR layak dipilih oleh nasabah,"kata Krisna Wijaya. Lalu, apakah pemerintah terlambat memiliki LPS? Apakah jumlah Simpanan yang dijamin dapat dinaikkan sampai Rp500 juta?

            Berikut hasil wawancara A. Novian dari Majalah Media BPR dengan Krisna Wijaya, Kepala Ekspekutif LPS, di ruang kerjanya, awal Desember lalu, di Jakarta. Petikannya:

Apa tujuan dibentuknya LPS?
Dalam suatu system keuangan yang maju, ada pilar-pilar yang disebut jejaring pengaman sistem keuangan. Salah satu pilar jejaring pengaman keuangan itu adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Indonesia  termasuk terlambat memiliki LPS (karena baru ada 22 September 2005). Kalau kami lihat kilas balik bagaimana fungsi karena tidak ada-nya LPS waktu krisis ekonomi 1997-1998 lalu, banyak nasabah tabungan yang dirugikan. Karena siapa yang mau membayar simpanannya yang dilarikan oleh pemilik bank, atau pemilik bank salah urus sehingga simpanannya tidak bisa kembali.
            Nah, kami hanya berandai-andai, jika waktu krisis itu ada LPS tentu akan lain ceritanya. Tetapi kami tidak boleh melihat ke belakang lagi. Kalau kami lihat dari situ pemerintah akhirnya membentuk juga jaminan pemerintah yang disebut blanket guarantee pada 1998, melalui Badan Pengawas Perbankan Nasional (BPPN). Akhirnya simpanan masyarakat semuanya dijamin oleh pemerintah.
            Karena BBPN bukan lembaga yang permanen, maka perlu dibentuk lembaga permanen. Sehingga pada waktu itu muncul kembali ide mendirikan LPS. Singkat cerita 2003 diusulkan untuk dibentuk LPS. Pada 2004 undang-undangnya disahkan oleh DPR. Lalu, 22 September 2005 LPS resmi berdiri. Setelah LPS berdiri, apa tujuan LPS ini? Sebagai jejaring pengamanan.
            Di dalam UU LPS No. 24 disebutkan tugasnya adalah pertama, melaksanakan penjaminan simpanan. Kedua, secara aktif menjaga stabilitas perbankan. Terkadang masyarakat tahunya bahwa LPS hanya asuransi simpanan saja. Tetapi sebenarnya kami turut aktif menjaga stabilitas perbankan ini merupakan suatu tanggung jawab yang sangat menantang. Karena untuk menjaga stabilitas perbankan ini bisa dari A sampai Z.
            Oleh karena itu, setiap kebijakan LPS selain menlindungi nasabah penyimpan, juga secara tidak langsung memikirkan bagaimana bank itu tetap berjalan dan berusaha dengan baik. Supaya tetap stabil dengan berbagai kebijakan, antara lain suku kebijakan bunga dan kebijakan penjaminan termasuk bagian dari jejaring pengaman yang membuat stabilitas perbankan.
            Hal lain yang juga jarang diketahui masyarakat bahwa LPS berfungsi seperti BPPN, yaitu menyelamatkan bank-bank yang boleh atau memenuhi syarat untuk diselamatkan. Di dalam UU, jika ada bank sistemik akan diselamatkan oleh LPS. Jadi, peran LPS seperti BPPN. Banknya diambil alih dahulu, dibereskan dan disehatkan, setelah sehat dilepas kembali.
            Mudah-mudahan pada periode saya tidak terjadi. Tetapi, kalau terjadi, maka kalau ada krisis perbankan secara sistem, ada jejaring pengaman untuk nasabah yaitu penjaminan simpanan dan untuk banknya yaitu melakukan resolusi (penyelesaian bank-bank yang mengalami masalah)
           
Tadi anda katakan bahwa negara kita terlambat memiliki LPS. Jadi, kapan sebenarnya waktu yang ideal kita memiliki LPS?
            Saya hanya bisa mengatakan terlambat karena ada krisis ekonomi. Mungkin juga ada kesimpulan jika tidak ada krisis ekonomi, maka tidak ada LPS. Sebab begini, dahulu waktu ada krisis ekonomi banyak negara yang mengalami krisis itu cepat selesai krisis perbankannya karena memiliki LPS. Dari pelajaran itu akhirnya pemerintah memiliki LPS.
            Tetapi, idenya, dahulu saya pernah dengan teman-teman di Bank Indonesia (BI) bahwa tahun 1980-an sudah ada ide untuk mendirikan LPS, hanya tertunda-tunda terus. Sehingga baru terbentuk tahun 2005.
            Apa manfaat LPS bagi BPR?
            Begini, ini harus jelas dahulu. Pertama, pada UU No. 24 itu semua bank umum dan BPR harus menjadi peserta LPS. Sebenarnya yang memperkuat lagi hádala UU perbankan pasal 37 yang mensyaratkan bahwa semua bank harus menjaminkan simpanannya sehingga di Indonesia LPS ini wajib diikuti oleh bank yang ada di Indonesia. Karena LPS wajib, maka LPS menjamin simpanan masyarakat yang uangnya disimpan di BPR.
            Kedua, ikut menjaga stabilitas BPR. Ketiga, melaksanakan proses likuidasi BPR dengan baik, supaya hak-hak penyimpannya dapat dibayarkan dengan baik.
            Jadi, sangat jelas bahwa ini sama fungsinya sebagai jejaring pengaman bagi penyimpan dana masyarakat yang menyimpan uangnya di BPR. Sedangkan bagi BPR sendiri sebagai bagian dari obyek yang harus diperhatikan oleh LPS agar BPR dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
            Apakah seluruh BPR yang ada telah menjadi anggota LPS?
            Ya. Anggota LPS terdiri dari 131 bank umum dan 2.504 BPR. Jadi, dapat saya katakan pada masyarakat yang menyimpan uang di BPR secara otomatis sudah dijamin oleh LPS.
            Saat ini ada beberapa BPR yang dalam keadaan tidak sehat. Apa yang dilakukan LPS terhadap BPR tersebut, sebelum akhirnya harus dilikuidasi?
            Fungsi pembinaan dan pengawasan BPR ada di BI. BI menyerahkan daftar BPR yang masuk pengawasan khusus ke LPS. Setelah masuk dalam pengawasan khusus dalam waktu enam bulan. Apakah BPR tersebut dapat diselamatkan atau tidak, baik oleh BPR tersebut. Kalau tidak dapat diselamatkan maka LPS melakukan likuidasi.
            Berapa rupiah dana yang dijamin oleh LPS terhadap nasabah BPR?
            Semua nasabah bank umum dan BPR mendapat perlakuan yang sama karena UU. Saat ini sedang memasuki tahap  ketiga dimana awalnya blanket guarantee (seluruh simpanan dijamin), tetapi secara bertahap mulai turun. Dari 21 Maret 2007, dana nasabah dijamin sampai Rp1 milyar. Terhitung sejak 22 Maret 2007, dana nasabah dijamin sampai Rp100 juta.
            Kenapa Rp100 juta? Secara statistik jumlah penabung dari masyarakat Indonesia (seluruh masyarakat penyimpan di bank itu jumlahnya sekitar 98 juta rekening. Dari 98 juta rekening itu 98,8% simpanannya sampai dengan Rp100 juta. Jadi artinya apa? Artinya memang negara memiliki kewajiban melindungi nasabah penabung.
            Siapa saja yang perlu dilindungi? Tentu pemerintah tidak bisa melindungi semuanya. Tetapi, yang mayoritas saja. Siapa yang mayoritas? Ternyata yang menyimpan sampai dengan Rp100 juta. Ini akan dilaksanakan oleh UU mulai 22 Maret 2007. tetapi pengertian yang dijamin itu bukan berarti nasabh yang menabung Rp1 milyar tidak aman, dan Rp500 juta juga tidak aman.
            Pengertiannya begini, nasabah yang menabung sampai Rp100 juta adalah klaim yang harus dibayar oleh LPS. Begitu suatu bank 'gagal' sejumlah Rp100 juta akan dibayar semua oleh LPS. Kemudian LPS membuat tim likuidasi, nah dari tim likuidasi itu akan menguasai aset-aset bank-bank tadi. Jika aset bank tersebut dijual, lalu memperoleh hasil maka hasilnya pun nanti akan dihitung untuk membayar sisa dari simpanan nasabah. Jadi, sebenarnya jangan disalahartikan hanya menjamin nasabah yang Rp100 juta saja. Semua dijamin hanya secara batasan penjaminannya semua dibayar maksimum Rp100 juta. Jadi, bagi yang memiliki Rp200 juta, setelah bank dilikuidasi ternyata masih ada uang yang bisa dibayarkan mereka akan dibayarkan kembali.
            Bagaimana dengan nasabah korporat yang memiliki simpanan lebih dari Rp100 juta. Apakah dananya akakn dijamin oleh LPS?
            Memang bagi nasabah korporat seperti asuransi, dana pensiun, Badan Usaha milik Negara (BUMN), dan lain-lain jika menyimpan Rp10 milyar, tetapi dana yang dijamin hanya Rp100 juta kecil sekali. Namun, tadi sudah kami katakan bahwa sebenarnya masih ada kemungkinan terbayar kalau bank yang dilikuidasi tersebut memliki kualitas aset yang bagus. Nah, di sinilah fungsi dari semua pihak. Pertama pihak nasabah. Nasabah harus hati-hati memilih bank. Kedua, banknya harus benar dan hati-hati dalam mengelolanya supaya tidak menjadi bank yang bermasalah.
            Kesimpulannya sederhana saja yaitu inilah saat yang baik, pada 22 Maret 2007 nanti pada saat penjaminan hanya sampai Rp100 juta, dimana pemilik dana dan masyarakat mulai berpikir menyimpan uangnya di bank mana. Tidak sembarangan menyimpan di sana-sini.
            Ini saya rasa suatu yang positif, karena jika banknya tidak dipercaya masyarakat, bank tersebut akan berusaha meyakinkan masyarakat untuk bisa dipercaya. Di sinilah saya rasa justru ada suatu fenomena yang secara sistem membuat bank harus unggul, baik dan sehat. Di atu pihak masyarakatnya juga harus semaikin kritis dalam memilih bank.
            Berarti bagi nasabah BPR mereka harus dapat memilih BPR yang sehat?
            Benar. Saya rasa itu fair, masa nasabah harus memilih BPR yang tidak baik. Kan harus memilih BPR yang baik. LPS tidak bisa mengajari kepada masyarakat tentang BPR yang baik dan tidak baik. Jadi, masyarkat harus mulai hati-hati, banyak bertanya dan mencari informasi sebelum memutuskan untuk menabung di satu bank.
            Berarti para pengelola BPR harus dapat meyakinkan nasabahnya bahwa BPR-nya sehat dan layak untuk dijadikan tempat menyimpan dananya?
            Ya. Tetapi, bukan hanya BPR saja. Semua bank harus mulai memikirkan bagaimana agar tetap dipercaya masyarkat. Karena kalau tidak dipercaya akan ditinggal nasabahnya. Sebenarnya bagi BPR ini sangat diuntungkan, karena kalau penyimpan di BPR rata-rata dibawah Rp100 juta. Berarti BPR adalah blanket guarantee (dijamin 100%). Karena itu ada peluang bagi BPR untuk bangkit dan menunjukan bahwa BPR layak dipilih. Inilah sistem penjaminan yang membuat BPR harus pintar memanfaatkan peluang.
            Ada keinginan dari kalangan PERBARINDO bahwa sebaiknya penjaminan dana nasabah di BPR sampai sebesar Rp500 juta. Bukan Rp100 juta?
            Boleh saja berkembang suatu pemikiran untuk jumlah yang dijaminkan itu dinaikkan. Tetapi, kami juga harus melihat secara realistis misalnya yang pasti ekstrimnya tidak boleh semua simpanan dijamin, karena nanti ada moral hazard. Jika ada usul untuk menaikkan, saya rasa usul yang positif, yang tentunya dapat menjadi suatu pemikiran bagi LPS dan industri perbankan. Karena itu bagi teman-teman dari BPR yang ingin dinaikkan sampai Rp500 juta, tolong kami diberi penjelasan kenapa harus dinaikkan menjadi Rp500 juta.
            Kalau nanti alasannya bisa diterima kan kami bisa bawa ke DPR untuk diusulkan bahwa kami ingin menaikkan batas maksimum penjaminan menjadi Rp500 juta, misalnya. Ini bisa terjadi pemikiran-pemikiran seperti ini, namun yang terpenting adalah kami memerlukan alasan yang baik sehingga dapat diterima.
           
Berapa jumlah BPR yang masuk dalam daftar pengawasan LPS?
            Dari data yang kami miliki jumlah BPR yang dalam pengawasan khusus sekitar 25 BPR.
            Jika 25 BPR dibanding 2.504 BPR, ya berarti masih kecil perbandingannya. Kemudian bukan berarti yang 25 BPR tersebut pasti dilikuidasi. Karena yang 25 BPR ini diberi waktu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di BPR-nya. Setelah waktunya terpenuhi dan BPR tersebut dapat menyelesaikan masalahnya, maka BPR tersebut keluar dari pengawasan LPS.
           
Dari 25 BPR tersebut dari wilayah mana saja yang dominan masuk pengawasan LPS?

            Menyebar. Hanya lima BPR yang telah dilikuidasi oleh LPS. Kebetulan lima BPR tersebut berada di Pulau Jawa, yaitu Yogyakarta, Semarang, dan Bandung. Menurut saya jika BPR dikelola dengan baik akan bagus. Jadi, inilah saatnya menurut saya agar mengelola BPR itu ditekuni sebagai suatu bisnis yang memang menguntungkan dan harus dikelola secara profesional.



            Dari pengalaman lima BPR yang dilikuidasi ternyat BPR-nya menjadi bermasalah karena mismanajemen. Jadi, masalah sumber daya manusianya (SDM). Terkadang masalah SDM tidak bisa disalahkan pengelolanya saja. Karena mungkin para pemilik BPR ini ingin berhemat, maka disuruhlah keponakannya untuk mengelola BPR tersebut. Padahal keponakannya tidak bisa mengelola BPR. Selain itu, mengelola BPR itu jangan lagi sebagai sambilan.